Looking For Anything Specific?

ads header

Buku Bulan Ini: Mat Pisau

 



Saya membaca Mat Pisau hanya sekitar satu jam, setelah bertahun-tahun saya berhenti membaca. Berada dalam masa reading slump  yang cukup lama membuat saya tak mampu membaca buku yang tebal lagi. Mat Pisau membawa saya terhanyut dan menyelesaikannya dengan puas. Buku dari Eka Kurniawan yang dulu membawa saya mulai banyak mengulik kesusastraan Indonesia, sekali lagi, buku dari Eka Kurniawan juga yang membawa saya kembali untuk membaca.

Jika saya boleh jujur, saya tak sanggup bahkan untuk menuliskan tentang buku 'Sumur' yang pernah saya baca bertahun lalu. Ada rasa ganjil yang saya rasakan setelah menyelesaikan buku itu, 'ini mah bukan buku mas Eka.' lalu saya berhenti, merasa bahwa saya harus menjaga jarak dulu. Kemudian Mat Pisau rilis. 

Mat adalah sosok yang pernah saya kenal, betahun lalu saat saya sekolah. Jelmaan orang tersebut sangat melekat pada Mat, bagaimana ia dikucilkan dalam kelompok pertemanan. Dia miskin, bau dan juga bodoh. Saya harus jujur, secara tidak langsung saya juga ikut andil karena ketidakpedulian saya padanya, pada Mat. Mat yang awalnya menerima bahwa dia tak memiliki arti dalam kehidupan menemukan sebuah pisau yang membawanya pada satu titik balik, dikenal dan dipanggil dengan sebuah nama. Mat Pisau.

Kepiawaiannya melempar dan memainkan pisau dengan tangan membuat banyak orang terpukau, hingga panggilan si bau dan si miskin tak lagi disematkan pada Mat. Dia makin memiliki ketakutan tatkala banyak anak yang mulai mahir melempar pisau seperti dirinya, lalu dia terobsesi untuk membuat satu gebrakan lain. Dia mulai menambah jumlah pisau dengan gerakan yang makin berbahaya, hingga satu hari ada seorang anak yang menjadi korban pisau yang dimainkan untuk mengikuti gerakan Mat.

Ketakutan Mat jika dilupakan lalu menjadi si miskin dan bau makin nyata, lalu Mat menghilang. Dalam waktu lain, anak yang pernah peduli dengan Mat malah menjadi korban. Mat menculiknya untuk membuktikan ketangkasannya sekali lagi. Menjadi Mat Pisau sekali lagi.


Tabik,


YH


Posting Komentar

0 Komentar