Looking For Anything Specific?

ads header

Buku bulan ini: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas


“Ini merupakan bab gagal dari novel O yang akhirnya menjadi buku tersendiri, kalau boleh jujur ini merupakan karya yang paling saya sukai.” Begitu kata mas Eka pada saat acara ngobrol di Tumpengan O beberapa minggu lalu. 

Saya juga suka dengan konsep dari buku ini, manusia dengan kemaluannya serta hastrat bercinta. Dibelakang buku sudah tertulis bahwa ini merupakan novel dewasa serta 21+ yah saudaraku yang budiman. Untung saya sudah berumur 21 tahun ketika saya membaca buku ini, jadi saya tidak menyalahi peraturannya ya. 
Bercerita tentang Ajo Kawir yang memiliki kemaluan yang tidak bisa 'berdiri', iya dia gabisa ngaceng bagaimanapun inginnya. Sebuah insiden dimasa kecilnya ketika sedang bersama karibnya, Tokek, membuat kemaluan Ajo Kawir menciut dan tidak bisa ngaceng lagi. Berbagai usaha telah dia coba dari yang lazim sampai yang tidak masuk akal. Ajo Kawir mengoleskan cabai yang dia ulek agar kemaluannya bisa berdiri, tentu saja gagal. 

Kisah berlanjut hingga Ajo Kawir telah remaja, dia bertemu dengan gadis kuat yang bernama Iteung. Singkatnya mereka saling jatuh cinta tapi Ajo Kawir tidak mungkin melanjutkan hubungannya ke jenjang pelaminan mengingat dia masih belum bisa ngaceng. Kisah cinta mereka sempat kandas begitu saja dengan keputusan Ajo Kawir menolak cinta Iteung ditengah hujan. Tapi pada akhirnya mereka bisa menikah juga meskipun dengan berbagai macam hambatan. 

Tapi ini bukan sekedar cerita percintaan antara Ajo Kawir dan Iteung, ini cerita tentang Ajo Kawir dan kemaluannya. Tahun berlalu begitu saja sampai akhirnya Ajo Kawir menjadi seorang supir truk. Ajo Kawir telah banyak belajar pada kemaluannya, yang telah tertidur dan berjalan pada jalan sufi. Bagian paling menarik dari buku ini adalah percakapan yang dilakukan antara Ajo Kawir dan kemaluannya ketika kemaluannya sudah bisa bangun, iya kemaluan Ajo Kawir akhirnya bisa ngaceng juga.

Saya merasakan karya mas Eka yang banyak adegan seks nya ini telah terinspirasi dengan gaya Murakami. Tidak bisa dipungkiri, Murakami memang berbakat untuk menciptakan adegan erotis pada banyak karyanya. Saya bisa bilang begitu karena saya tahu mas Eka merupakan pembaca Murakami yang juga suka dengan adegan erotisnya.

Meski saya bilang karya ini terinspirasi atau mirip dengan karya Murakami, buku ini tetap memiliki pesona nya sendiri. Alur campuran yang kerap mas Eka gunakan dalam karya-karya nya sempat bikin saya bingung, ya maklum lah kapasitas otak saya untuk mencerna memang kurang baik. Tapi bagi saya, karya ini merupakan sebuah karya yang jenaka tapi serius. Ada banyak kata-kata yang ingin saya kutip dalam buku ini, tapi disisi lain ada juga bagian yang membuat saja garuk-garuk kepala terus mesem-mesem.  

Satu lagi yang berharga dari buku ini, buku saya sudah dibubuhi tandatangan mas Eka. Sesuatu yang layak untuk saya pamerkan.

Sah karena sudah dibubuhi tandatangan penulis!

"Ia menempuh jalan para pencari ketenangan. Para Sufi. Para mahaguru. Si Burung menempuh jalan sunyi. Tidur lelap dalam damai, dan aku belajar darinya." - Ajo Kawir

Tabik,


YH 




Posting Komentar

0 Komentar