Novel
kedua yang ditulis Eka Kurniawan ini sukses mengacak-acak list buku lain yang
harusnya saya selesaikan. Seharusnya buku ini menjadi buku yang kesekian
setelah saya baca ini dan itu juga anu, tapi rasa gemar saya pada tulisan mas
Eka mengalahkan harga diri saya. Lelaki harimau awalnya masih teronggok rapih
berbungkus plastik licin, paket buku bulan kemarin yang sekarang sudah saya
lahap habis.
Kalau
menggunakan perbandingan, tentu saja saya masih dan selalu jatuh hari dengan cantik
itu luka tapi lelaki harimau ini memiliki pesona lain. Pesona buram yang
awalnya berupa kabut sejuk lalu tiba-tiba menyergap tubuhmu hingga menggigil.
Novel ini memang bernuansa mencekam.
Diawali
dengan adegan pembunuhan sadis Anwar Sadat yang dilakukan oleh Margio. Tapi
Mario mengelak, “Bukan aku yang melakukannya, ada harimau dalam tubuhku.” Dan
Ma Soma berlari tergopoh memberi kabar ke seluruh desa. Lalu cerita berkembang
menjadi kisah kehidupan Margio serta keluarganya. Diceritakan pula bagaimana
Margio mendapatkan harimau merasuk tubuhnya.
Adapula
sekelumit kisah sedih kehidupan Nuraeni, ibu Margio, yang membuat hati saya
terusik. Membuat saya tercenung, apakah nasib wanita kebanyakan memang disakiti
para lelaki? Mungkin paham feminis terlalu meracuni otak saya hingga sejauh
ini, tapi pada nyatanya masih banyak wanita bernasib sedih sama seperti
Nuraeni.
Juga
ada cerita rumit hubungan antara Margio dan Maharani, anak bungsu Anwar Sadat,
yang membuat saya bertanya-tanya lalu menemukan jawabannya menjelang
penghabisan buku. Sialnya mas Eka bisa membuat saya gregetan dengan kisah yang
mengapung, dan mungkin pembaca lain.
Buku
ini benar-benar gelap, kata-kata membunuh dan dibunuh begitu banyak ditulis
saat awal cerita. Dan itu benar-benar membuat saya bergidik ngeri, bagaimana
bisa seorang manusia membunuh dengan menggigit korbannya sebuas itu. Alur cerita
ini bolak-balik, bikin gemas saja, tapi bikin penasaran juga. Terbukti saya
selesai melahapnya dalam waktu yang cukup singkat. Saya merasa pantas untuk
memberikan penilaian 4.5 dari 5 bintang.
Tapi
lelaki harimau membuat saya menyukainya dengan cara yang berbeda, terlebih Margio
merupakan karakter kuat yang membikin isi buku semakin hidup. Margio ditampilkan sebagai karakter lelaki
yang tidak sempurna, hidupnya penuh dengan gelombang permasalahan tapi tidak
mengurangi kekuatannya dalam buku. Umumnya saya bisa suka dan bahkan jatuh
cinta pada karakter yang terlampau sempurna hingga tidak mungkin hidup. Tapi Margio
adalah lelaki biasa yang kemungkinan ada sesosok lelaki yang mirip Margio hidup
dimana entah, yang mampu membuat saya tidak membencinya melainkan menganggapnya
seperti karib.
Iya,
saya merasa sepenanggungan dengan Margio hanya saja saya tidak memiliki harimau
dalam tubuh saya. Bagaimanapun sekelumit masalah pengkhianatan, sakit hati dan
dendam merupakan kejadian umum yang terjadi dalam masyarakat. Mas Eka mampu
memasukan itu semua dalam sebuah novel yang memikat hati. Mungkin saya terlalu
memuja tulisan mas Eka, tapi tak apalah karena itu adalah sebuah fakta.
Tabik,
YH
0 Komentar