Novel cerdas bernada
satire tentang kehidupan dan budaya Jepang.
National best seller.
Kedua kalimat itulah yang menarik ketika mata saya melihat
buku Kappa yang tersusun rapi di pojok salah satu rak perpustakaan kampus saya.
Pengarangnya adalah Ryunosuke Akutagawa (1892-1927), seorang pengarang dari
Jepang yang sudah menghasilkan lebih dari 100 cerpen. Beliau adalah legenda
dalam dunia kesusastraan bagi bangsa Jepang dan namanya juga dijadikan sebagai
nama anugerah penghargaan sastra bergengsi di Jepang.
Hal menarik lainnya dalam buku ini selain berisi cerita
tentang Kappa adalah pengantar buku yang ditulis oleh penerbit dan kisah di
sekeliling Ryunosuke Akutagawa itu sendiri. Pengantar yang ditulis oleh
penerbit membuka wawasan baru bagi saya dan juga menohok. Penerbit menuliskan
bahwa negeri ini (Indonesia) kurang memiliki makanan bergizi dari segi sastra
dan kurang gaul dengan sastra dunia yang mengakibatkan belum sempat kebagian
nobel sastra. Wah, saya langsung berpikir, benar juga ya! Tapi sejurus kemudian
saya berpikir lagi, ini masalah selera masing-masing orang kan jadi tidak bisa
dipaksakan begitu saja.
Mengenai kisah di
sekeliling Ryunosuke Akutagawa juga bagian yang menarik, seperti membaca
biografi secara singkat saja tapi tidak mengurangi sifat eksentrik dari
Ryunosuke Akutagawa.
“Meskipun Ryunosuke sering menulis cepat, ia adalah penulis yang bergaya eksak; cerita-ceritanya dibuat dengan bagus dan berbahasa tinggi. Ia percaya bahwa tujuan tertinggi dari seni adalah kesempurnaan bentuk.”
Buku ini bercerita tentang seorang pasien rumah sakit jiwa no. 23 yang menceritakan kisahnya kepada penulis. Pasien no. 23 tersebut bercerita mengenai apa yang ia alami selama hidup di dunia kappa, yang ternyata tidak terlalu berbeda dengan kehidupan manusia pada umumnya. Kisah diawali pada suatu pagi di musim panas ketika aku, si pasien no. 23, bersiap-siap meninggalkan penginapan untuk mendaki Gunung Hodaka.
Aku bertemu dengan kappa ketika memutuskan beristirahat di lembah Azusa dan memakan sedikit bekalnya. Ketika aku mencoba menangkap kappa yang ditemuinya, aku malah terjatuh ke dalam subah lobang kemudia aku tidak dapat mengingat apapun yang terjadi setelah itu. Setelah sadar dari pingsannya, ternyata aku sudah dikelilingi oleh banyak kappa.
Cerita terus berlanjut dengan hari-hari yang dilalui aku di negeri kappa. Aku belajar banyak hal disana, bahasa kappa hingga kebiasaan kappa. Aku juga berteman dengan beberapa kappa yang diantaranya adalah dr. Chak, Tok, Bag dan Lap. Yang menarik dalam buku ini adalah ketika ibu kappa melahirkan, janin yang berada dalam rahim kappa tersebut akan ditanya oleh ayahnya apakah ia mau dilahirkan ke dunia ini atau tidak. Lalu ada juga suatu adegan ketika aku melihat poster besar yang menjadi salah satu bentuk satir yang dibuat Ryunosuke Akutagawa atas kegilaan yang dialami ibunya.
Cerita kappa berakhir dengan gantung ketika aku sudah kembali ke dunia manusia. Yang menurut saya merupakan khas cerita-cerita Jepang. Saya jadi ingat sebuah kalimat yang dilontarkan dosen saya ketika belajar mengenai kesusastraan Jepang. Bahwa kisah-kisah Jepang (film atau buku) biasanya dibuat menggantung di akhirannya untuk membuat penggemar penasaran, membangkitkan alam imajinasi mereka.
p.s.: Mermaid harajuku girls yang berada di foto tersebut adalah pemberian dari yola karena ia tahu saya suka dengan mermaid. Terima kasih banyak ya!
Tabik,
YH
0 Komentar