Hari ini saya membeli sebuah koran yang menjadi kesukaan saya. Ibu membelikannya ketika hari menjelang siang karena si penjual koran yang biasa lewat di depan rumah seperti nya tak datang. Akhir-akhir ini saya sedang menyukai tulisan-tulisan karya seseorang yang menjadi salah satu konten di koran kesukaan saya, konten itu adalah Parodi.
Ditulis oleh seseorang lelaki yang sebenarnya saya tak pernah tahu wujudnya seperti apa, profile nya itu bagaimana saya tak pernah tahu. Tapi, paling tidak saya cukup kepo jadi saya search dulu di google bagaimana rupa penulis yang tulisannya mampu menyindir saya. Setelah google dapat menampilkan beberapa foto Beliau, saya cuma sedikit menggumam "ooh kayak gini orangnya...:"
Beliau adalah Samuel Mulia, seorang yang menulis sebuah artilkel yang menarik saya di sebuah koran ternama. Menurut saya, dengan membaca tulisan-tulisan yang beliau hasilkan, kita dapat merefleksikan diri kita pribadi. Karena Beliau menulis mengenai kejadian dan keadaan yang terjadi di hidup Beliau. Dan, tulisan yang dihasilkan berdasarkan kejadian yang nyata biasanya dapat 'menyindir' kita loh.
Kenyataannya memang begitu bagi saya. Edisi kali ini saya membaca tulisan parodi dengan judul "Hope". Dibuka dengan kejadian saat Beliau menonton tayangan di layar televisi dan seorang aktrisnya mengucapkan kalimat, "if you don't have hope what is the point of living?". Selanjutnya beliau menuliskan mengenai kata 'Hope' dari sudut pandangnya, lalu bertanya mengapa Beliau dapat memercayai kata 'Hope' sejak kecil hingga sekarang padahal kata 'Hope' sendiri merupakan kata yang mengandung ketidakpastian.
Ada bagian yang menarik bagi saya, ketika membaca paragraf-paragraf terakhir Beliau menulis tentang perkataan temannya. Kata temannya:
"Ngarepin itu bikin tambah kesel. Enggak ngarep itu memudahkan hidup dan meringankan beban perjalanan. Dengan tidak berharap, kamu takkan merasa kalah ataupun merasa menang, tetapi kamu akan merasa tenang dan senang. Berharap itu sebuah tindakan membebani diri. Tidak berharap itu melahirkan kelegaan."
Begitulah, edisi 'Hope' kali ini menampar saya. Saya segera teringat kejadian-kejadian dalam hidup saya ketika saya tidak terlalu berharap akan suatu hal, saya merasa tenang dan senang. Kejadian nyata yang segera saya ingat ketika saya membaca tulisan tersebut adalah kemenangan saya mendapatkan dua tiket konser pada tahun 2012.
Saya yang awalnya sangat ngotot untuk memenangkan tiket dari sebuah komunitas malah menghasilkan kepulan asap kekecewaan karena saya yang sangat berharap untuk menang malah tidak mendapatkan tiket tersebut. Tapi saya tidak patah arang, akhirnya saya mengikuti lagi kuis yang diadakan oleh Mall yang menyelenggarakan konser tersebut, namun kali ini saya tak berharap banyak. Saya pasrah saja ketika mengikutinya. Hati saya melonjak keluar istilahnya, ketika malam hari setelah saya mengikuti kuis tersebut malah saya mendapatkan 2 buah tiket VIP dari kuis yang diselenggarakan Mall. Lihat, saya tidak mendapatkan sebuah tiket reguler dari kuis yang diadakan sebuah komunitas tersebut karena terlalu berharap, tapi saya mendapatkan 2 buah tiket VIP ketika saya mengikuti kuis lain dengan keadaan pasrah dan tidak berharap.
Dari situ, saya refleksi lagi. Beberapa target yang saya inginkan tidak berjalan dengan harapan saya, ya karena saya terlalu berharap. Berbekal dari tulisan Parodi kali ini, saya semakin percaya bahwa terlalu berharap dan ngotot dapat menimbulkan lebih banyak hal negatif ketimbang positif. Bukan berarti kita tidak boleh berharap, tidak ada yang salah dari berharap akan sesuatu namun harapan yang berlebihan malah akan menjatuhkan diri kita sendiri.
Itu semua yang saya tangkap dan ambil dari tulisan yang saya baca hari ini. Bagaimana dengan kamu?
0 Komentar